Cari Blog Ini

Jumat

PERAN PERAWAT DALAM MEMBIMBING
PRAKTEK IBADAH PASIEN
Peranan  perawat tidak sebatas memberikan pengobatan secara fisik melainkan juga pengobatan psikis (kejiwaan) pasien. Diyakini, dengan dibantu oleh terapi secara psikis akan lebih membantu kesembuhan pasien karena kondisi kejiwaannya lebih tenang.
Menurut Dra. Suharyati Samba, kedudukan perawat amat penting, karena satu-satunya tenaga kesehatan yang secara 24 jam dituntut untuk selalu di samping pasien. Kebutuhan dasar manusia dalam pandangan keperawatan meliputi biologi, psikis, sosial, dan spiritual hingga fungsi perawat untuk membantu pasien. Dalam menjalankan tugas, seorang perawat harus melandasi kepada pikiran dan perasaan cinta, afeksi, dan komitmen mendalam kepada pasiennya yang dapat dilakukan dengan cara:
1. Perawat juga bisa membimbing ritual keagamaan sesuai dengan keyakinan klien, seperti cara bertayamum, salat sambil tiduran, atau berzikir dan berdoa. “Bila perlu perawat dapat mendatangkan guru agama pasien untuk dapat memberikan bimbingan rohani hingga merasa tenang dan damai. Dalam kondisi sakaratul maut perawat berkewajiban mengantarkan klien agar wafat dengan damai dan bermartabat.
2.   Tugas seorang perawat, menekankan pasien agar tidak berputus asa apalagi menyatakan kepada pasiennya tidak memiliki harapan hidup lagi. “Pernyataan tidak memiliki harapan hidup untuk seorang muslim tidak dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa menanganinya, tapi kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan hukum sebab akibat, katanya”.
3.   Perawat juga memandu pasiennya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga kondisinya semakin shaleh yang bisa mendatangkan ”manjurnya” doa. Sedangkan Isep Zainal Arifin menekankan, perawat bisa memberikan bimbingan langsung seperti tukar pikiran, berdoa bersama, dan bimbingan ibadah. “Bimbingan tak langsung bisa berupa ceramah, percikan kata hikmah, buletin, doa tertulis, maupun tuntunan ibadah secara tertulis. Dengan bimbingan itu diharapkan dapat membantu proses kesembuhan pasien,” timpalnya.
Peran perawat dalam membimbing pasien praktek ibadah antara lain :
1. Membimbing pasien untuk berwudhu atau bertayamum (thaharah)
Seorang perawat harus memiliki rasa perhatian penuh terhadap pasien, bahkan perawatpun harus mapan dalam membantu pasien saat bersuci. Pada saat hendak melaksanakan ibadah maka perawat harus bisa membantu pasien untuk bersuci (thaharah) terlebih dahulu.
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).
2. Membimbing pasien sholat apabila telah tiba waktunya
Shalat hukumnya fardhu (wajib) bagi setiap orang yang beriman yang telah memenuhi syarat, baik laki-laki maupun perempuan walaupun dalam keadaan sakit. Shalat dibebankan kepada setiap kaum muslimin dan tidak boleh meninggalkannya, kecuali bagi orang gila, anak kecil yang belum baligh, dan wanita yang sedang haid atau nifas.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kita untuk mendirikan shalat, sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’anul Karim di antaranya adalah firman Allah Ta’ala, ”Maka dirikanlah shalat itu, sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (Q. S. An-Nisa’: 103)

Adapun ketentuan perawat dalam membimbing praktek shalat bagi pasien :
a.  wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat fardhu dalam keadaan berdiri, walaupun tidak bisa berdiri tegak (berdiri miring), atau bersandar pada dinding atau tongkat.
b.  jika tidak mampu shalat sambil berdiri, dia diperbolehkan shalat sambil duduk. Ketika shalat sambil duduk, yang paling utama jika ingin melakukan gerakan berdiri (qiyam) dan ruku’ adalah dengan duduk mutarobi’an (duduk dengan kaki bersilang di bawah paha.
c. jika tidak mampu mengerjakan shalat sambil duduk, boleh shalat sambil tidur menyamping (yang paling utama tidur menyamping pada sisi kanan) dan badan mengarah ke arah kiblat. Jika tidak mampu diarahkan ke kiblat, boleh shalat ke arah mana saja.
d. jika tidak mampu mengerjakan shalat sambil tidur menyamping, maka dibolehkan tidur terlentang. Caranya adalah: kaki dihadapkan ke arah kiblat dan sangat bagus jika kepala agak sedikit diangkat supaya terlihat menghadap ke kiblat. Jika kakinya tadi tidak mampu dihadapkan ke kiblat, boleh shalat dalam keadaan bagaimanapun. Jika memang terpaksa seperti ini, shalatnya tidak perlu diulangi.
e. wajib bagi orang yang sakit melakukan gerakan ruku’ dan sujud. Jika tidak mampu, boleh dengan memberi isyarat pada dua gerakan tadi dengan kepala. Dan sujud diusahakan lebih rendah daripada ruku’. Jika mampu ruku’, namun tidak mampu sujud, maka dia melakukan ruku’ sebagaimana ruku’ yang biasa dilakukan dan sujud dilakukan dengan isyarat. Jika dia mampu sujud, namun tidak mampu ruku’, maka dia melakukan sujud sebagaimana yang biasa dilakukan dan ruku’ dilakukan dengan isyarat.
f. jika tidak mampu berisyarat dengan kepala ketika ruku’ dan sujud, boleh berisyarat dengan kedipan mata. Jika ruku’, mata dikedipkan sedikit. Namun ketika sujud, mata lebih dikedipkan lagi. Adapun isyarat dengan jari sebagaimana yang biasa dilakukan oleh sebagian orang yang sakit, maka ini tidaklah benar. Aku sendiri tidak mengetahui kalau perbuatan semacam ini memiliki landasan dari Al Kitab dan As Sunnah atau perkataan ulama.
g.  jika tidak mampu berisyarat dengan kepala atau kedipan mata, maka dibolehkan shalat dalam hati. Dia tetap bertakbir dan membaca surat, lalu berniat melakukan ruku’, sujud, berdiri dan duduk dengan dibayangkan dalam hati. Karena setiap orang akan memperoleh yang dia niatkan.
h. wajib bagi setiap orang yang sakit untuk mengerjakan shalat di waktunya (tidak boleh sampai keluar waktu), dia mengerjakan sesuai dengan kemampuannya sebagaimana yang telah dijelaskan dan tidak boleh mengakhirkan satu shalat dari waktunya.
3. Membimbing tadarus Al-Qur’an
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ( Al Ankabuut (29) : 45)
4. Membimbing agar selalu berdoa kepada Allah
Pasien dalam keadaan sakit apapun tetap harus memohon petolongan kepada Allah SWT, karena hakekatnya Allahlah yang memberikan kesembuhan bagi yang sedang sakit. Seorang perawat harus mampu membimbing berdoa pasiennya agar lekas diberikan kesembuhan oleh Allah SWT.
Allah SWT berfirman :
“Dan Tuhanmu berfirman:”Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. 40:60)
5. Membimbing pasien agar selalu berdzikir kepada Allah
Keadaan batin  pasien tidak stabil, selalu berprasangka buruk dengan apa yang Allah ujikan kepadanya. Sebagai perawat yang profesional kita harus mampu membimbing pasien agar selalu mengingat Allah (dzikir) agar batin pasien menjadi lebih tenang dan tidak berprasangka buruk terhadap apa yang pasien hadapi.
Allah berfirman dalam surat Ar-Ra’d : 28 yang artinya :
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

1 komentar:

  1. Salam kenal, senang bisa berkunjung disini. Makasih ya artikelnya bagus sekali. Saya tunggu kunjungan baliknya di http://OBYEKTIF.COM

    Salam kompak:
    Obyektif Cyber Magazine
    obyektif.com

    BalasHapus